Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Minggu, 08 April 2012

Belajar Menghitung Nilai Uang Masa Depan


Di kampung saya ada budaya yang unik, yang sampai saat ini tetap berlangsung turun temurun. Saat seseorang menggelar hajat (pernikahan, khitanan), para tetangga akan dengan senang hati membantu dengan “menyumbang” kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan yang punya hajat. Ada yang “menyumbang” bahan kebutuhan pokok misalnya beras, terigu, minyak, dll. Ada pula yang “menyumbang” buah-buahan untuk disajikan saat pesta resepsi digelar, dan lain sebagainya.

Kata menyumbang sengaja saya berikan tanda kutip, karena pada hakikatnya bukan menyumbang secara sukarela melainkan hanya meminjamkan (walaupun yang punya hajat tidak memintanya). Suatu saat, ketika si penyumbang menggelar hajat, barang “sumbangan” yang dia berikan dahulu wajib dikembalikan dalam bentuk yang sama.

Yang menjadi pertanyaan, jika si “penyumbang” memberikan barangnya tahun ini, sementara si “penyumbang” baru akan mengadakan hajat 10 tahun mendatang. Kira-kira ada pihak-pihak yang dirugikan tidak ya? Bukannya harga 1 karung beras saat ini jauh lebih murah dibandingkan harga 1 karung beras 10 tahun yang akan datang? Misalnya harga 1 karung beras saat ini 1 juta, maka bisa jadi harga 1 karung beras 10 tahun mendatang mencapai 2,5 juta (asumsi angka inflasi per tahun sebesar 10%).

Kalau dilihat dari besarnya jumlah uang, secara kasat mata, pihak yang “menyumbang” saat ini akan diuntungkan. Karena misalnya saat ini dia hanya mengeluarkan uang 1 juta untuk membeli 1 karung beras, sementara 10 tahun mendatang dia bisa menerima 1 karung beras dengan harga 2,5 juta. Tetapi benarkah demikian? Ternyata tidak. Justru sistem sumbang-menyumbang barang ini jauh lebih adil dibanding kita menyumbang dalam bentuk uang. Kenapa bisa begitu? Karena nilai 1 karung beras saat ini akan sama dengan nilai 1 karung beras 10 tahun yang akan datang, meskipun jumlah nominal uang untuk membelinya berbeda.

Bagaimana kalau kita “menyumbang” dalam bentuk uang? Kenapa disebut tidak lebih adil? Sebagai ilustrasi misalnya, saat ini kita sedang memiliki cukup banyak rejeki sehingga ketika ada tetangga yang mempunyai hajat, kita memutuskan “menyumbang” dalam bentuk uang. Ketika si “penyumbang” berhajat 10 tahun mendatang, maka uang “sumbangan” tersebut diharapkan bisa dikembalikan. Karena menghindari riba, maka jumlah uang yang dikembalikan sama, misalnya 1 juta. Maka dengan metode ini, pihak “penyumbang” awal akan dirugikan (kecuali dia ikhlas), karena uang 1 juta saat ini nilainya jauh lebih besar dibanding uang 1 juta 10 tahun yang akan datang. Dengan uang 1 juta hari ini, mungkin kita bisa membelikan satu karung beras, tetapi jumlah yang sama 10 tahun yang akan datang, paling-paling hanya bisa dibelikan setengah karung beras.

Inilah kenapa dalam sistem kapitalis, jika kita meminjam uang, maka kita akan dikenai bunga karena untuk menutupi penurunan nilai uang. Sementara dalam sistem ekonomi Islam, keberadaan bunga sangat dilarang karena cenderung akan memberatkan si penghutang dan uang bukanlah sesuatu komoditi yang bisa ditarik keuntungan darinya!

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana kita bisa menghitung nilai uang kita di masa depan? Misalnya kita mempunya uang 1 juta saat ini, kira-kira 10 tahun mendatang uang kita tersebut setara dengan jumlah nominal berapa ya?

Lalu kenapa kita harus mengetahui hal ini? Karena dengan memahami cara perhitungannya kita bisa mengestimasi kebutuhan kita di masa depan berdasarkan kebutuhan saat ini. Misalnya uang masuk sekolah saat ini 1 juta, maka dengan perhitungan perkiraan nilai uang di masa depan, maka kita dapat mengestimasi biaya masuk sekolah untuk anak 10 tahun mendatang. Dengan demikian kita bisa membuat perencanaan keuangan dengan lebih baik.

Secara sederhana rumus perhitungannya adalah :
Dengan FV          = Future Value (Nilai/Harga di akhir waktu n)
PV          = Present Value (Nilai/Harga saat ini)
r              = Tingkat Bunga (dalam hal ini inflasi)
n             = waktu

Misalnya jumlah uang saat ini 1 juta (PV) dengan asumsi tingkat inflasi per tahun sebesar 10% (r), maka uang tersebut 10 tahun (n) mendatang akan setara dengan:

Dari persamaan ini diperoleh bahwa uang 1 juta kita saat ini akan sama nilainya dengan uang 2.590.000 pada 10 tahun mendatang. Mudah bukan? Dengan mengetahui perhitungan sederhana ini, kita dapat memperkirakan kebutuhan-kebutuhan pengeluaran di masa mendatang berdasarkan kebutuhan-kebutuhan saat ini dengan memperhitungkan angka inflasi per tahun yang terjadi. Jadi jangan ragu-ragu mulai hitung kembali rencana keuangan kita agar tidak sampai meleset jauh dari perkiraan.

Dengan rumus yang sama kita juga bisa memperkirakan jumlah uang yang nantinya akan kita peroleh di masa depan dengan menabung sejumlah uang di masa sekarang, dengan hanya mengganti r (inflasi) dengan bagi hasil (konvensional: bunga) yang akan kita peroleh dari pihak bank.
Selamat mencoba !

Sabtu, 07 April 2012

Mencicil Investasi

Sebagian dari kita ketika mendengar kata investasi, seringkali dengan spontan berkata, “Ah boro-boro berinvestasi, untuk pengeluaran sehari-hari saja masih pas-pasan…”. Yup, inilah jurus pamungkas yang seringkali keluar dari mulut kita ketika merespon ajakan orang untuk menabung atau investasi.

Masih banyak dari kita yang beranggapan bahwa investasi itu perlu modal yang besar. Jadi mana bisa kita yang berpenghasilan kecil ingin masuk ranah investasi. Mimpi kali ya…! Belum lagi investasi dianggap sebagai hal yang ribet dan memusingkan.

Sebenarnya ada tips agar kita tetap berinvestasi meskipun penghasilan kita pas-pasan, yaitu dengan mencicil. Asal konsisten, mencicil bisa menjadi solusi bagi kebutuhan investasi kita. Kenapa investasi dikatakan sebuah kebutuhan? Karena memang kita sangat memerlukanannya untuk menggapai harapan-harapan di masa depan. Kita tidak boleh lagi berpikir, hari ini ya hari ini, hari esok ya hari esok, ngapain mikirin hari esok pada hari ini. Biarlah hari esok kita hadapi di esok hari saja. Memangnya kita yakin kebutuhan hari esok akan sama dengan kebutuhan hari ini? Bagaimana dengan biaya pendidikan anak sekolah, biaya beli rumah, dll? Belum lagi, yakinkah kita akan selalu memiliki kesehatan prima hingga akhir hayat? Dan sejumlah pertanyaan lain yang menunjukkan bahwa investasi memang sangat kita butuhkan.

Taruhlah penghasilan kita memang benar-benar pas-pasan. Bagaimana bisa mencicil untuk asuransi? Anda tidak perlu gundah. Langkah pertama adalah lihat lagi apakah kita sudah benar-benar mengalokasikan penghasilan kita ke tempat yang sesuai? Apa tidak ada yang salah sasaran? Maksud salah sasaran adalah penghasilan kita diperuntukkan untuk pengeluaran yang bersifat kesenangan semata, misalkan jalan-jalan ke luar, membeli rokok, dll. Bagaimana mungkin kita mengutamakan pengeluaran yang bersifat sekunder bahkan mungkin tersier, sementara kebutuhan primer (investasi) kita abaikan? Bagaimana mungkin kita sanggup mengelurkan uang 10-20 ribu untuk membeli rokok yang jelas-jelas akan merusak kesehatan kita di masa depan, sementara untuk investasi yang akan bermanfaat bagi masa depan kita dan keluarga, kita merasa ogah-ogahan. Coba kalau separuh saja biaya untuk beli rokok dialokasikan untuk investasi, niscaya itu jauh lebih bermanfaat.

Untuk berinvestasi, kita bisa memulainya dari angka yang kita mampu dan tidak memberatkan. Misalnya setelah kita hitung ulang pengeluaran per bulan, ternyata ada uang sisa sebesar 5000 per hari. Maka jangan ragu, segera simpan uang tersebut di tempat yang aman, yang tidak diketahui orang lain. Anggap saja sebagai uang hilang. Kalau kita bisa menyimpan 5000 per hari, maka di akhir bulan kita bisa mengumpulkan 150 ribu rupiah. Jumlah yang sudah cukup untuk mulai berinvestasi. Dengan uang ini kita bisa mulai membuka tabungan di bank (jangan hanya menyimpan di rumah karena seringkali kita tergoda untuk memakainya. Kalau perlu minta jangan dibuatkan fasilitas ATM untuk mengurangi keinginan kita memakai uang investasi tersebut). Setelah jumlahnya mencukupi, kita bisa mulai membuka deposito (minimal 1 juta), membeli emas logam mulia (bisa per gram, harga sekarang sekitar 500 ribu), reksadana (minimal pembelian awal berkisar 1 juta, pembelian selanjutnya bisa 200-500 ribu), dsb. Jangan kita hanya puas menyimpan uang di bank, karena keuntungan yang kita peroleh sangat kecil bahkan cenderung terus dipotong untuk biaya administrasi, pajak, dll. Karena hal ini pakar investasi tidak menyebut menabung uang di bank sebagai salah satu bentuk investasi. Minimal kita membuka deposito (imbal bagi hasil sekitar 6%), reksadana (keuntungan sekitar 5-15%), emas (angka kenaikan harga per tahun berkisar 20%), dll.   

Yang kita butuhkan dalam mencicil investasi adalah konsistensi. Jangan sampai melihat jumlah simpanan per bulan yang ternyata cukup lumayan, kita tergoda untuk menggunakannnya.  Ubah mindset kita bahwa uang tersebut bukan uang kita lagi, melainkan uang yang sudah kita anggap hilang. Kalau sudah begitu kita tidak lagi memikirkannya.

Dengan mencicil investasi, kita telah melakukan sebuah kebaikan karena kita telah berupaya secara optimal untuk menyiapkan masa depan keluarga, agar jauh lebih baik. Bukannya ajaran agama kita juga melarang kita meninggalkan anak cucu kita dalam keadaan miskin? Karenanya ayo mulai mencicil investasi sekarang juga…!

Selasa, 13 Maret 2012

Jenis INVESTASI Dilihat dari Sisi Keuntungan (Ikhtiar Melawan INFLASI)

Dewasa ini sebagian orang, terutama di kota-kota besar sudah mulai melek investasi. Mereka tidak lagi hanya menyandarkan perencanaan keuangan masa depannya melalui tabungan. Karena terbukti, dengan tabungan uang kita justru tidak semakin bertambah (apalagi yang jumlah saldonya kecil), melainkan berkurang. Meskipun menabung di bank juga relatif masih kita butuhkan saat ini, karena beberapa kemudahan terutama saat dana diperlukan secara mendadak.

Masyarakat kita juga sudah mulai peduli bahwa ada “musuh” yang patut diwaspadai saat kita menyusun perencanaan keuangan masa depan, dialah the silent thief (pencuri yang beraksi diam-diam), yaitu INFLASI. Inflasi tanpa kita sadari telah merampok harta kekayaan kita sehingga dari tahun ke tahun nilainya semakin berkurang. Satu juta uang kita saat ini, pasti akan memiliki nilai jauh lebih rendah di satu atau dua tahun mendatang.

Karena pertimbangan-pertimbangan inilah, kita mau tidak mau harus memaksakan diri untuk berinvestasi. Investasi diyakini mampu menjadi benteng pertahanan kita terhadap serbuah INFLASI, yang seringkali datangnya tanpa kita sadari.

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah jenis INVESTASI mana yang harus kita ambil? Jawabnya sederhana. Carilah jenis INVESTASI yang mampu mengimbangi angka INFLASI, syukur-syukur bisa mengalahkannya. Kalau tujuan INVESTASI kita hanya ingin melindungi nilai harta di masa depan, maka produk INVESTASI dengan keuntungan sebanding dengan kenaikan rata-rata INFLASI per tahun mungkin bisa dipilih. Tetapi jika kita ingin adanya penambahan nilai harta di masa depan, tidak hanya cukup melindungi nilainya, maka produk INVESTASI yang tepat adalah yang memiliki angka kenaikan lebih besar dari angka INFLASI per tahun.

Jika diasumsikan rata-rata penurunan nilai uang akibat INFLASI berkisar 10% per tahun, maka kita harus mencari jenis INVESTASI dengan kenaikan nilai sama dengan atau di atas 10%.

Berikut ini saya urutkan jenis-jenis INVESTASI, dilihat dari tingkat bagi hasilnya (konvensional: bunga) dari yang terkecil sampai yang terbesar.
1.    Deposito
Deposito merupakan simpanan dana berjangka (produk perbankan) yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah dan bank.

Dengan pendapatan bagi hasil berkisar 8% per tahun (sebelum dikurangi pajak) – relatif kecil untuk ukuran sebuah instrument investasi, namun rendahnya tingkat risiko, dan mudahnya prosedur di dalam pengurusannya, serta tingkat likuiditas yang cukup tinggi (mudah dicairkan), membuat deposito masih cukup diminati masyarakat kita. Dibanding tabungan biasa, setidaknya deposito memiliki tingkat bagi hasil yang lebih baik.

Minimum pembukaan deposito di bank syariah adalah 1 juta dengan jatuh tempo tersingkat adalah 1 bulan.
2.    Obligasi
Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi dana (investor) dan yang diberi dana (emiten). Dalam istilah lain, obligasi adalah surat berharga jangka panjang yang bersifat utang dimana penerbit obligasi (emiten) memiliki kewajiban membayar bagi hasil (bunga) kepada investor selama periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo.

Berbeda dari deposito, obligasi bukan produk perbankan, melainkan dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan. Jangka waktu jatuh temponya juga lebih lama dibanding deposito.

Biasanya keuntungan bagi hasil (bunga) yang didapatkan oleh investor berkisar 12,5% per tahun. Karena return keuntungannya lebih besar dari deposito, membuat obligasi menjadi salah satu pilihan kita di dalam berinvestasi.
3.    Reksadana
Bagi penduduk di perkotaan, investasi dalam bentuk reksadana sudah tidak asing lagi. Pada prinsipnya sejumlah dana kita, bersama dengan dana-dana investor lain, dikuasakan ke manajer investasi untuk dikelola.

Tingkat hasil yang ditawarkan oleh reksadana beraneka ragam, ada yang sedang ada juga yang cukup tinggi. Ini sebanding dengan tingkat resiko yang akan diperloleh. Semakin tinggi keuntungan yang akan didapat, semakin tinggi pula risiko kerugian yang mungkin diperoleh oleh investor. Jadi kalau mau bermain aman di reksadana, jenis reksadana pendapatan tetap dan pasar uang bisa dipilih (namun sayangnya angka bagi hasilnya juga tidak terlalu tinggi). Sementara bagi kita yang risk taker bisa memilih reksadana campuran, saham, atau indeks. Keuntungan pertahun yang bisa diperoleh berkisar 15%.

Minimum modal awal untuk berinvestasi di reksadana berkisar 1 juta, dengan minimum jumlah investasi berikutnya antara 100 ribu sampai 500 ribu.
4.    Tanah dan Properti
Investasi tanah dan properti umumnya menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi. Di samping harga tanah dan properti yang memiliki kecenderungan naik, terutama yang berada pada posisi yang strategis, keuntungan tambahan bisa didapatkan jika kita bisa mengelola tanah dan property tersebut dengan baik, misalnya untuk budidaya, bercocok tanam, atau membuka usaha.

Namun sayangnya tingkat likuiditasnya relatif tidak sebaik investasi pada deposito, saham, atau emas, karena pada umumnya mencari pembeli tanah dan properti tidak semudah membalik telapak tangan. Modal awal untuk memulai berinvestasi  tanah dan properti juga cukup besar, sehingga tidak semua orang dapat melakukannya.
5.    Saham
Instrument yang satu ini dipilih masyarakat karena tingkat bagi hasilnya yang cukup tinggi, namun dengan potensi kerugian yang cukup tinggi pula. Sayangnya bermain saham memerlukan keahlian tersendiri karena relatif memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, terutama bagi kita yang masih dalam tahap belajar berinvestasi (pemula).

Bagi para pemula, investasi dalam bentuk saham, belum disarankan dulu. Lebih baik kita mengalihkannya ke dalam bentuk reksadana saham.  Karena di dalam reksadana saham, kita tinggal terima beres karena semuanya sudah dikelola oleh manajer investasi.

Tingkat bagi hasil (return) saham berkisar 18-25%, sebuah angka yang cukup menggiurkan sehingga tidak sedikit kita mencoba mengembangkan harta kita dalam bentuk kepemilikan saham. Namun risikonya juga cukup tinggi, kita bisa mengalami kerugian yang cukup besar jika harga saham perusahaan yang kita miliki di bursa saham anjlok karena satu dan lain hal.

Bagi yang ingin berinvestasi dalam bentuk saham, dana yang perlu disiapkan cukup besar, meskipun dana yang besar pun tidak menjamin 100% kita akan mendapatkan saham perusahaan incaran kita karena bisa jadi jumlah saham yang dijual perusahaan tidak sebanding dengan banyaknya minat para investor. Selain itu, jika ingin mendapatkan return yang tinggi, jangka waktu investasi yang dibutuhkan cukup panjang.
6.    Emas
Salah satu instrument investasi yang tetap menggiurkan dari dulu hingga sekarang adalah emas. Dengan kenaikan harga emas berkisar 25% per tahun, bahkan bisa menembuh angka 30%, investasi emas tidak pernah sepi peminat. Apalagi ditambah tingkat kesulitan investasi yang rendah (cukup mendatangi kantor PT Antam, pegadaian, atau toko emas), dan tingkat risiko kerugian yang rendah pula, membuat dari tahun ke tahun investasi dalam bentuk emas terus meningkat.

Selain memiliki keuntungan karena nilainya yang semakin tinggi, investasi dalam bentuk emas juga memiliki tingkat likuiditas yang sangat baik. Kita dapat menjual (atau menggadaikan) emas kapanpun juga, tanpa harus menunggu lama adanya pembeli yang datang. Modal investasi emas juga relatif terjangkau, dengan uang sekitar 500 ribu rupiah, kita sudah bisa mendapatkan 1 gram emas

Jenis emas yang saat ini sedang diburu masyarakat adalah emas murni 24 karat (dikenal juga emas Logam Mulia) dan 22 karat (popular disebut koin dinar). Keduanya sama-sama sangat baik untuk investasi jangka panjang, jauh lebih baik dibanding emas perhiasan. Namun yang perlu diperhatikan, pastikan sertifikat emas LM atau DINAR yang kita beli asli dari lembaga yang memiliki reputasi terkenal dan diakui dunia internasional. Hal ini penting agar emas LM dan DINAR kita dapat diterima di dunia internasional, tidak hanya lingkup nasional dan regional.
7.    Sektor Riil
Investasi terakhir inilah yang menghasilkan tingkat keuntungan tertinggi dibanding jenis investasi-investasi lainnya. Jika deposito hanya mampu menambah uang simpanan kita berkisar 6% per tahun dan emas berkisar 25% per tahun, maka investasi di sektor riil akan mampu menambah harta kekayaan kita hingga 50%, bahkan mungkin lebih.

Namun sayangnya, tidak semua kita mau berinvestasi di sektor rill (misalnya membuka usaha sendiri) karena tingkat risiko investasi yang tinggi (sangat dimungkinkan kita akan mendapatkan kerugian jika usaha kita tidak berkembang atau bangkrut) dan tingkat kesulitan yang tidak tinggi pula (perlu keahlian dan pengalaman untuk bisa terjun menjadi wirausahawan handal), di samping tingkat likuiditas yang tidak baik (tidak mudah membeli atau menjual usaha yang dirintis dari atau kepada orang lain).
8.    Berinvestasi dengan Alloh SWT
Sebagai manusia seringkali kita lupa, bahwa di samping banyaknya instrument investasi yang dimungkinkan dapat menambah harta kekayaan kita, ada satu bentuk investasi yang keuntungannya jauh lebih besar, bahkan tidak hanya akan diperoleh di dunia melainkan juga di akhirat, yaitu investasi dengan Alloh SWT.

Bentuk berinvestasi dengan Alloh bermacam-macam, yang intinya kita menyetorkan sejumlah barang berharga milik kita untuk kepentingan di jalan Alloh, misalkan untuk pembangunan masjid, membiayai anak yatim piatu, dll. Kalau orang lain menyebut hal ini dengan sedekah, tetapi saya lebih senang jika disebut berinvestasi dengan Alloh SWT.

Jika berinvestasi di bank dan di perusahaan masih memungkinkan datangnya kerugian, tetapi berinvestasi dengan Alloh dijamin 100% akan menguntungkan (asalkan ikhlas). Angka keuntungan yang kita perolehpun luar biasa fantastis, hingga 700 kali lipat dari nominal investasi awal kita. Jadi misalnya kalau 1 juta uang kita diinvestasikan ke jalan Alloh, maka insya alloh dana kita nantinya akan berkembang menjadi 10.000.000 (10x) sampai 700.000.000 (700x). Sebuah angka yang sangat menggiurkan, bahkan INFLASI sebesar apapun akan tertunduk lemah tidak berdaya. Belum lagi tingkat risiko kehilangan harta yang sangat rendah bahkan bisa nyaris nol.

Melihat jenis-jenis investasi dan perkiraan tingkat hasil yang bisa kita dapatkan, dengan mudah kita akan bisa menentukan instrument investasi mana yang hendak kita coba. Bagi para pemula dan bermodal pas-pasan disarankan memarkir uangnya ke dalam bentuk investasi deposito, reksadana, dan emas (dinar).

Sementara bagi investor yang berdompet tebal dan mau mengambil risiko, investasi dalam bentuk saham bisa menjadi pilihan disamping tanah, properti, dan membuka usaha atau menanamkan modal di sektor riil. Dan bagi siapun anda yang ingin mendapatkan keuntungan berlipat ganda, maka mulailah berinvestasi dengan Alloh SWT. Tidak peduli sedikit atau banyak uang yang kita investasikan, yang penting ikhlas, insya alloh kita akan mendapatkan bagi hasil yang luar biasa besarnya, bahkan sampai 700x lipat dari jumlah investasi awal kita.

Dengan memulain investasi sedini mungkin, setidaknya kita tidak terlalu khawatir dengan aksi inflasi yang selalu berusaha mencuri nilai harta kita. Karena kita kini telah memiliki jurus yang jitu untuk mengalahkan the silent thief (inflasi), yaitu dengan investasi.

Jumat, 02 Maret 2012

DINAR and DIRHAM Fever, Never Ending Story!

Saat kita menyaksikan seorang penyanyi begitu percaya diri memperdengarkan suaranya di hadapan khalayak luas, sebuah tanya bergelanyut di pikiran, kenapa sang penyanyi tampak begitu menikmati perannya, padahal belum tentu semua orang menyukai corak suaranya atau aliran musiknya?

Saat seorang dai (ustadz) begitu tampak bersemangat di dalam menyampaikan dakwahnya di hadapan ribuan atau bahkan jutaan umat, sebuah rasa penasaran muncul, kenapa sang ustadz tampak begitu senang menjalankan perannya, tanpa sedikit pun rasa mengeluh?
Jawabnya adalah keyakinan akan sesuatu. Seorang penyanyi dapat tampil all out karena dia merasa yakin akan kemampuannya. Dia yakin akan kualitas suara emasnya, sehingga tak perlu ada lagi pikiran negatif yang melemahkan. Begitu pula sang ustadz, yang menyakini apa yang disampaikannya adalah ajaran agama yang lurus dan membantu masyarakat mengenalnya adalah anugerah tersendiri. Jadi buat apa mengeluh?
Begitu pula orang-orang yang berusaha membangunkan kembali DINAR dan DIRHAM setelah tidur panjangnya pasca keruntuhan kekhalifahan Islam di Turki. Berbekal keyakinan yang teguh, DINAR emas dan DIRHAM perak adalah bagian dari muamalat dalam syariah Islam, sekaligus mata uang yang lebih adil dan sudah selayaknya mulai menggantikan peran mata uang kertas (fiat money) yang angka nominalnya tak mencerminkan nilai aslinya dan terus tergerus INFLASI, orang-orang ini tidak kenal lelah mengajak masyarakat agar melek DINAR dan DIRHAM.
Bukti bahwa DINAR emas dan DIRHAM perak merupakan bagian dari muamalat dalam Islam termaktub dalam Alqur’an Surat Al-Kahfi ayat 19, yang terjemahannya kurang lebih sbb:
“Dan demikianlah, Kami Bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu ada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi), “Tuhan-mu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini)”. Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapapun”.
Dalam ayat tersebut dinyatakan salah seorang pemuda dalam gua diminta oleh temannya untuk membeli makanan dengan uang perak yang mereka miliki. Hal ini jelas tercermin, uang perak (dirham) merupakan bagian muamalat, bahkan jauh sebelum datangnya agama Islam.
Sementara mengenai penggunaan DINAR (emas), dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari disebutkan,
“Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata: saya mendengar penduduk bercerita tentang ‘Urwah, bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan uang satu DINAR kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau”.
Dengan landasan hukum yang jelas, para penggerak DINAR dan DIRHAM fever (demam) tidak henti-hentinya terus mengajak masyarakat untuk mulai mengalihkan uang kertasnya dalam bentuk DINAR dan DIRHAM. Walaupun DINAR dan DIRHAM saat ini kebanyakan digunakan masih sebatas untuk investasi (store of value), bukan alat tukar (medium of exchange), karena secara resmi mata uang Indonesia adalah rupiah, itu tidak mengapa. Minimal masyarakat sedikit-demi sedikit paham akan keunggulan DINAR dan DIRHAM dibanding uang kertas. Dan menyimpan hasil jerih payah kita dalam berusaha ke dalam bentuk DINAR dan DIRHAM adalah sangat sepadan, karena tabungan DINAR dan DIRHAM kita nilainya tidak sampai dirampok INFLASI, seperti yang berlaku pada uang kertas!
Seorang teman lantas bertanya, “Kenapa saya harus berinvestasi dalam bentuk koin DINAR 22 karat? Bukannya lebih menguntungkan kalau dalam bentuk emas murni 24 karat?”
Sebenarnya jawabannya sederhana, untuk instrument investasi kedua-duanya sama-sama menguntungkan, karena harga yang berlaku mengikuti harga emas dunia yang cenderung terus beranjak naik dari tahun ke tahun. Namun berinvestasi dalam bentuk koin DINAR 22 karat, memiliki satu kelebihan karena DINAR 22 karat adalah bagian dari muamalat di dalam ekonomi Islam, jadi memilikinya berarti kita telah mendorong tegaknya kembali ekonomi syariah, yang jauh lebih unggul dibanding sistem ekonomi kapitalis, karena berlandaskan rasa keadilan, dan tentu itu akan dicatat sebagai salah satu bentuk amal kebaikan.
Dengan semakin meleknya masyarakat terhadap DINAR dan DIRHAM, sangat diharapkan DINAR dan DIRHAM fever terus akan berlanjut, dan menjadi cerita yang tidak akan pernah ada habisnya (never ending story), sampai kemudian ekonomi syariah yang berlandaskan keadilan menjadi tegak kembali di seantero bumi, menggantikan posisi ekonomi kapitalis yang tanda-tanda kejatuhannya sudah mulai terlihat. Aamiin

Senin, 27 Februari 2012

Biarkan DINAR Bekerja Melunasi Utang KPR Anda!

Siapapun pasti butuh tempat berlindung (rumah). Namun sayangnya, sepanjang tahun, harga rumah semakin mahal, dan sulit rasanya jika harus dibeli secara cash (tunai). Makanya tidak menutup kemungkinan kita mengajukan kredit kepemilikan rumah (KPR) dari bank. Umumnya jangka pelunasannya berkisar 5-15 tahun.
 
Misalkan setelah dikurangi DP, sisa kredit rumah yang harus kita lunasi berjumlah 100 juta. Jika kita mencicil selama 10 tahun, maka uang per bulan yang harus kita setor ke bank berkisar 833 ribu. Mau tidak mau, kita harus menanggung utang 833 ribu per bulan sampai 10 tahun mendatang.
Biarkan Dinar Bekerja Melunasi Utang Anda
Kita tahu dengan baik, DINAR emas terbukti ampuh mengatasi permasalahan finansial jangka panjang kita. Dengan bekal keyakinan ini, seharusnya DINAR juga mampu membantu kita melunasi utang kita ke bank sehingga bisa lunas lebih cepat.
Jika misalnya setelah dikurangi keperluan sehari-hari, asuransi, biaya untuk melunasi utang, pendapatan per bulan kita masih menyisakan sedikit uang, sebut saja angka 500 ribu. Maka solusi yang cerdas adalah bukan menambah setoran pembayaran utang atau menyimpannya dalam bentuk tabungan di bank, melainkan dibelikan DINAR emas.

Taruh saja harga DINAR saat ini berkisar 2,2 juta, maka uang 500 ribu tersebut bisa dibelikan sekitar 0,23 DINAR. Dalam satu tahun diperkirakan DINAR kita telah berjumlah sekitar 2,5 keping. Jika kita secara konsisten mampu menabung 2,5 DINAR per tahun, maka 5 tahun kemudian kita telah mempunyai 12,5 keping DINAR. Jika kenaikan harga DINAR per tahun mencapai 25%, maka harga DINAR 5 tahun mendatang bisa mencapai 6 juta per keping. Ini berarti tabungan DINAR kita 5 tahun mendatang sudah bernilai 75 juta rupiah (12,5 keping x 6 juta) atau ¾ dari jumlah utang kita selama 10 tahun!

Jika dalam  5 tahun kita telah mencicil Rp 49.980.000 (Rp 833 ribu x 5 tahun), maka Insya Alloh ditambah dengan tabungan DINAR kita, utang yang seharusnya baru lunas 10 tahun yang akan datang, ternyata sudah bisa dibayar dalam waktu hanya 5 tahun, bahkan kita memiliki sisa uang di tabungan berjumlah Rp 24.980.000! Wow sungguh luar biasa. DINAR emas terbukti mampu menjadi solusi finansial jangka panjang umat. Ini bukti betapa kehandalan mata uang dari langit ini.


Selamat Mencoba!

Minggu, 26 Februari 2012

7 Tips Agar Investasi DINAR Menguntungkan dan Berkah

1.    Tentukan tujuan investasi DINAR Anda

Sebagian dari kita saat memutuskan berinvestasi tidak tahu sama sekali tujuan investasi yang ingin dicapai. Ada yang hanya ikut-ikutan teman, ada pula yang karena trend investasi di masyarakat.

Padahal menentukan tujuan investasi yang ingin dicapai adalah bagian yang penting agar kita bisa menyusun perencanaan keuangan kita dengan baik. Banyak sekali contoh tujuan investasi yang bisa kita ambil sebagai tujuan investasi DINAR kita, misalkan untuk menikah, pendidikan anak, naik haji, dana pension, dll.

2.    Tutup mata dan telinga Anda terhadap fruktuasi harga DINAR saat ini

Harga DINAR memang mengikuti harga emas dunia, jadi harganya juga sangat volatile, kadang naik kadang juga turun. Kondisi seperti ini seringkali menghambat kita berinvestasi. Ada yang takut, bagaimana kalau ternyata kedepannya harga DINAR terus turun, ada pula yang takut memulai investasi karena khawatir rugi karena ketidaktepatan membeli DINAR pada saat harganya tinggi.

Jika Anda ingin berinvestasi dalam DINAR atau emas logam mulia, jangan terlalu percaya dengan fruktuasi harga yang terjadi dalam jangka pendek. Kalau sudah punya uang, segera belikan DINAR. Jangan menunggu-nunggu kapan harga DINAR sedang turun, karena hal ini seringkali membuat kita lupa berinvestasi pada akhirnya.

3.    Jangan lupakan petunjuk, “Investasi DINAR bukan untuk jangka pendek

Kalau Anda membeli DINAR sambil berharap untung besar dalam jangka pendek, lupakan saja! Lebih baik Anda berinvestasi ke instrument investasi yang lain, yang menjanjikan keuntungan jangka pendek.

Jika Anda ingin memperoleh keuntungan dari investasi DINAR, sabarlah menunggu, setidaknya minimal 1 tahun. Sesuai dengan trend harga DINAR, 1 tahun diyakini adalah waktu minimal yang cukup untuk kita menangguk keuntungan dari investasi DINAR. Tentu semakin lama waktu investasinya, maka semakin tinggi pula keuntungan yang akan kita peroleh. Jika berdasarkan trend yang ada, kecenderungan kenaikan harga DINAR berkisar 25% per tahun, maka jika saat ini kita memiliki 1 koin DINAR dengan harga 2,2 juta per koin, tahun depan harganya diyakini akan berubah menjadi sekitar 2,7 juta!

4.    Untuk investasi DINAR, gunakan hanya uang nganggur Anda

Kadangkala karena terlalu bersemangatnya kita untuk berinvestasi DINAR, kita lupa uang yang kita pakai untuk investasi adalah uang yang kemungkinan akan dipakai dalam waktu dekat. Kita berpandangan, sebelum uang tersebut kita gunakan untuk keperluan lain, lebih baik dibelikan DINAR dulu, baru nanti kalau butuh uang, tinggal dijual lagi DINARnya.

Kalau begini prinsip yang kita ambil dalam berinvestasi DINAR, yakinlah kita hanya akan memperoleh kerugian. Investasi DINAR akan terasa menguntungkan jika kita mampu bersabar untuk tidak menjual DINAR yang kita beli, setidaknya dalam jangka 1 tahun.

Kalau mau aman berinvestasi DINAR, investasikan hanya uang nganggur kita. Uang yang kita tidak tahu akan dikemanakan. Daripada mengendap di bank dalam bentuk tabungan biasa atau deposito yang keuntungannya hanya berkisar 5-8% per tahun, belum dikurangi biaya macam-macam, maka tentu lebih baik dialihkan ke dalam bentuk DINAR yang keuntungan per tahunnya berkisar 20-25%. 

5.    Ikutilah komunitas-komunitas masyarakat pengguna DINAR

Dalam berinvestasi DINAR, untuk menambah semangat dan pengetahuan kita, tidak salahnya jika kita bergabung dengan komunitas-komunitas pengguna DINAR. Di sana kita dapat berbagi tips-tips menguntungkan berinvestasi DINAR.

Selain itu, bersilaturahim dengan komunitas-komunitas ini memungkinkan kita mendapatkan keuntungan lebih saat ingin membeli atau menjual DINAR. Kalau Anda perhatikan, harga DINAR yang tercantum di seluruh agen gerai dinar adalah sama, yang membedakan adalah ongkos kirimnya dari pusat gerai dinar di Depok ke tempat agen tersebut berada. Selisih harga jual dan beli yang berlaku adalah 4% (ini untuk menghindari spekulasi harga DINAR yang memang diharamkan dalam Islam). Misalnya kita membeli 1 koin DINAR dengan harga 2,2 juta, maka kalau koin tersebut langsung kita jual di agen resmi gerai dinar, maka bisa dipastikan uang yang kita dapatkan hanya berkisar 2,1 juta (dipotong 4%).

Tetapi berbeda jika Anda menjualnya di komunitas-komunitas pengguna DINAR, saat kita menjual DINAR harganya tentu tidak sampai dipotong 4%, paling hanya 2%. Begitu pula jika kita hendak membeli DINAR, dimungkinkan dalam komunitas ini ada yang menjual DINAR dengan harga yang lebih murah dibanding harga resmi gerai dinar. Jadi dua-duanya akan mendapatkan keuntungan. Ini adalah salah satu hikmah bersilaturahim, membuka pintu rejeki dan membudayakan tolong-menolong.


6.    Pastikan DINAR yang kita beli memiliki SERTIFIKAT resmi

1400 tahun yang lalu, untuk menggunakan DINAR dalam kegiatan ekonomi sehari-hari, sertifikat DINAR sama sekali “tidak dibutuhkan”. Tetapi saat ini, di mana DINAR baru menjalankan fungsinya sebagai store of value (penyimpan nilai), belum medium of exchange (alat pertukaran), maka adanya sertifikat asli mutlak diperlukan. Ini untuk memudahkan kita dalam menjual kembali DINAR kita saat diperlukan.

Meskipun kadar emas dalam DINAR bisa dicek dengan cara sederhana mengikuti prinsip hokum Archimedes dalam ilmu fisika, namun DINAR tanpa sertifikat nilainya akan cenderung lebih rendah saat dijual.

Untuk mendapatkan sertifikat asli bersama DINAR yang kita beli, pastikan Anda membeli DINAR pada agen-agen resmi yang terpercaya. Untuk DINAR produksi PT ANEKA TAMBANG Tbk, distributor utamanya, yaitu Gerai Dinar memiliki sekitar 60 agen di seluruh nusantara. Masing-masing agen memiliki beberapa sub-agen yang membantunya dalam distribusi DINAR dalam masyarakat. Untuk mengecek agen resmi di kota Anda, silakan kunjungi website: http://geraidinar.com. Sementara untuk mengetahui posisi sub-agen gerai dinar yang dekat dengan rumah Anda, silakan Anda mengunjungi situs resmi agen-agen tersebut, di sana akan tercantum alamat dan nomor kontak sub-agen terdekat dengan tempat tinggal Anda.


7.    Jangan lupa bayar Zakatnya, jika sudah sampai Nisabnya.

Dalam Islam, harta yang kita miliki tidak seluruhnya menjadi hak kita, ada miliki orang lain, yang harus kita tunaikan jika sudah mencapai nisabnya. Dan nisab DINAR adalah 20 keping. Jadi jika sudah memiliki 20 keping DINAR segera keluarkan zakatnya berupa 0,5 keping DINAR agar harta kita menjadi berkah dan terus tumbuh berkembang.

Sabtu, 25 Februari 2012

Menyimpan Uang dengan Cerdas!

Sebagian dari kita tentu lebih suka jika dihadirkan data yang valid atau sebuah fakta untuk bisa memutuskan sesuatu. Berikut ini saya tampilkan tiga metode menabung yang memang ada dalam masyarakat kita.
Saya asumsikan, saat ini saya memiliki uang 10 juta.
Dengan rumus sederhana FV = P (1+i)n
Dimana FV = Future Value (Nilai majemuk yang akan diperoleh di masa yang akan  datang dari sejumlah uang pada tingkat bunga tertentu
                 P = Jumlah uang
                 i  = Bunga/Bagi hasil
                n  = Periode (dalam tahun)

maka jika saya menabung uang 10 juta tersebut dengan cara:
1.    Menyimpan di rumah/bawah bantal
Maka nilai uang saya 5 tahun yang akan datang = nilai uang saya saat ini karena nilai i (bunga/bagi hasil) = nol

2.    Menyimpan di Bank dengan asumsi bunga/bagi hasil 5% per tahun
Maka berdasarkan rumus FV = P (1+i)n
                                                = 10 juta (1+5%)5
Atau secara sederhana dengan menggunakan table perhitungan sbb:
Jumlah Uang Awal Periode
Bunga/Bagi Hasil per tahun
Jumlah Uang Akhir Periode
Rp 10.000.000
Rp 500.000
Rp 10.500.000
Rp 10.500.000
Rp 525.000
Rp 11.025.000
Rp 11.025.000
Rp 551.250
Rp 11.576.250
Rp 11.576.250
Rp 578.812
Rp 12.155.062
Rp 12.155.062
Rp 607.753
Rp 12.762.815

Dengan asumsi, tidak ada pemotongan untuk biaya administrasi/pajak dari bank dan dana tersebut tidak pernah kita ambil (diendapkan terus di bank), maka uang 10 juta kita saat ini akan menjadi 12 juta 762 ribu pada 5 tahun mendatang.
3.    Separuh kita simpan dalam bentuk tabungan, separuhnya lagi kita investasikan (misalkan untuk membeli DINAR emas)

Dengan asumsi, harga 1 DINAR emas adalah 2,5 juta, maka uang 5 juta bisa dibelikan 2 keping koin DINAR emas. Jika kenaikan harga emas per tahunnya berkisar 25% atau kita ambil nilai minimal, yaitu 20%, maka 5 tahun mendatang harga DINAR akan berkisar 6 juta per keping. Dua keping DINAR emas kita, 5 tahun mendatang akan berjumlah 12 juta!

Sementara 5 juta uang kita yang disimpan di bank, dengan asumsi bunga/bagi hasil bank 5% per tahun, maka lima tahun mendatang jumlahnya berkisar 6 juta (jika tidak ada pemotongan pajak, biaya administrasi dll).

Dari keduanya jumlah 10 juta yang kita miliki dapat berkembang menjadi sekitar 18 juta!   
Dari ketiga ilustrasi yang digambarkan di atas, tampak jelas, untuk saat ini dan di masa depan, menabung uang di bank saja tidak cukup, apalagi hanya menumpuknya di dalam rumah. Kita perlu mengalokasikan dana kita untuk investasi. Dengan investasi uang yang kita miliki saat ini bisa berkembang lebih pesat, bahkan beberapa instrument investasi sanggup mengalahkan laju inflasi misalnya reksadana, DINAR, emas logam mulia, tanah dan properti, dan wirausaha mandiri.
Lebih baik lagi, kalau seandainya kita sudah memiliki dana cadangan cukup di bank untuk diambil sewaktu-waktu untuk keperluan mendadak, sementara kita juga masih memiliki uang “nganggur” yang bingung mau diapakan, maka menginvestasikan semuanya adalah solusi yang cerdas. Tetapi jangan tempatkan hanya di satu instrument investasi, misalnya seluruh dana dibelikan reksadana. Yang lebih baik adalah dana “nganggur” tersebut kita bagi-bagi ke beberapa instrument yang mampu melawan inflasi seperti reksadana, DINAR emas, dan emas batangan. Jika ada kemungkinan sebagian dana ini juga akan dipakai dalam waktu dekat, dana tersebut sebagain juga bisa ditabung dalam bentuk deposito (meski bunga/bagi hasil deposito per tahunnya umumnya belum sanggup mengungguli angka inflasi).
Selamat berinvestasi!