Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Minggu, 08 April 2012

Belajar Menghitung Nilai Uang Masa Depan


Di kampung saya ada budaya yang unik, yang sampai saat ini tetap berlangsung turun temurun. Saat seseorang menggelar hajat (pernikahan, khitanan), para tetangga akan dengan senang hati membantu dengan “menyumbang” kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan yang punya hajat. Ada yang “menyumbang” bahan kebutuhan pokok misalnya beras, terigu, minyak, dll. Ada pula yang “menyumbang” buah-buahan untuk disajikan saat pesta resepsi digelar, dan lain sebagainya.

Kata menyumbang sengaja saya berikan tanda kutip, karena pada hakikatnya bukan menyumbang secara sukarela melainkan hanya meminjamkan (walaupun yang punya hajat tidak memintanya). Suatu saat, ketika si penyumbang menggelar hajat, barang “sumbangan” yang dia berikan dahulu wajib dikembalikan dalam bentuk yang sama.

Yang menjadi pertanyaan, jika si “penyumbang” memberikan barangnya tahun ini, sementara si “penyumbang” baru akan mengadakan hajat 10 tahun mendatang. Kira-kira ada pihak-pihak yang dirugikan tidak ya? Bukannya harga 1 karung beras saat ini jauh lebih murah dibandingkan harga 1 karung beras 10 tahun yang akan datang? Misalnya harga 1 karung beras saat ini 1 juta, maka bisa jadi harga 1 karung beras 10 tahun mendatang mencapai 2,5 juta (asumsi angka inflasi per tahun sebesar 10%).

Kalau dilihat dari besarnya jumlah uang, secara kasat mata, pihak yang “menyumbang” saat ini akan diuntungkan. Karena misalnya saat ini dia hanya mengeluarkan uang 1 juta untuk membeli 1 karung beras, sementara 10 tahun mendatang dia bisa menerima 1 karung beras dengan harga 2,5 juta. Tetapi benarkah demikian? Ternyata tidak. Justru sistem sumbang-menyumbang barang ini jauh lebih adil dibanding kita menyumbang dalam bentuk uang. Kenapa bisa begitu? Karena nilai 1 karung beras saat ini akan sama dengan nilai 1 karung beras 10 tahun yang akan datang, meskipun jumlah nominal uang untuk membelinya berbeda.

Bagaimana kalau kita “menyumbang” dalam bentuk uang? Kenapa disebut tidak lebih adil? Sebagai ilustrasi misalnya, saat ini kita sedang memiliki cukup banyak rejeki sehingga ketika ada tetangga yang mempunyai hajat, kita memutuskan “menyumbang” dalam bentuk uang. Ketika si “penyumbang” berhajat 10 tahun mendatang, maka uang “sumbangan” tersebut diharapkan bisa dikembalikan. Karena menghindari riba, maka jumlah uang yang dikembalikan sama, misalnya 1 juta. Maka dengan metode ini, pihak “penyumbang” awal akan dirugikan (kecuali dia ikhlas), karena uang 1 juta saat ini nilainya jauh lebih besar dibanding uang 1 juta 10 tahun yang akan datang. Dengan uang 1 juta hari ini, mungkin kita bisa membelikan satu karung beras, tetapi jumlah yang sama 10 tahun yang akan datang, paling-paling hanya bisa dibelikan setengah karung beras.

Inilah kenapa dalam sistem kapitalis, jika kita meminjam uang, maka kita akan dikenai bunga karena untuk menutupi penurunan nilai uang. Sementara dalam sistem ekonomi Islam, keberadaan bunga sangat dilarang karena cenderung akan memberatkan si penghutang dan uang bukanlah sesuatu komoditi yang bisa ditarik keuntungan darinya!

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana kita bisa menghitung nilai uang kita di masa depan? Misalnya kita mempunya uang 1 juta saat ini, kira-kira 10 tahun mendatang uang kita tersebut setara dengan jumlah nominal berapa ya?

Lalu kenapa kita harus mengetahui hal ini? Karena dengan memahami cara perhitungannya kita bisa mengestimasi kebutuhan kita di masa depan berdasarkan kebutuhan saat ini. Misalnya uang masuk sekolah saat ini 1 juta, maka dengan perhitungan perkiraan nilai uang di masa depan, maka kita dapat mengestimasi biaya masuk sekolah untuk anak 10 tahun mendatang. Dengan demikian kita bisa membuat perencanaan keuangan dengan lebih baik.

Secara sederhana rumus perhitungannya adalah :
Dengan FV          = Future Value (Nilai/Harga di akhir waktu n)
PV          = Present Value (Nilai/Harga saat ini)
r              = Tingkat Bunga (dalam hal ini inflasi)
n             = waktu

Misalnya jumlah uang saat ini 1 juta (PV) dengan asumsi tingkat inflasi per tahun sebesar 10% (r), maka uang tersebut 10 tahun (n) mendatang akan setara dengan:

Dari persamaan ini diperoleh bahwa uang 1 juta kita saat ini akan sama nilainya dengan uang 2.590.000 pada 10 tahun mendatang. Mudah bukan? Dengan mengetahui perhitungan sederhana ini, kita dapat memperkirakan kebutuhan-kebutuhan pengeluaran di masa mendatang berdasarkan kebutuhan-kebutuhan saat ini dengan memperhitungkan angka inflasi per tahun yang terjadi. Jadi jangan ragu-ragu mulai hitung kembali rencana keuangan kita agar tidak sampai meleset jauh dari perkiraan.

Dengan rumus yang sama kita juga bisa memperkirakan jumlah uang yang nantinya akan kita peroleh di masa depan dengan menabung sejumlah uang di masa sekarang, dengan hanya mengganti r (inflasi) dengan bagi hasil (konvensional: bunga) yang akan kita peroleh dari pihak bank.
Selamat mencoba !

Sabtu, 07 April 2012

Mencicil Investasi

Sebagian dari kita ketika mendengar kata investasi, seringkali dengan spontan berkata, “Ah boro-boro berinvestasi, untuk pengeluaran sehari-hari saja masih pas-pasan…”. Yup, inilah jurus pamungkas yang seringkali keluar dari mulut kita ketika merespon ajakan orang untuk menabung atau investasi.

Masih banyak dari kita yang beranggapan bahwa investasi itu perlu modal yang besar. Jadi mana bisa kita yang berpenghasilan kecil ingin masuk ranah investasi. Mimpi kali ya…! Belum lagi investasi dianggap sebagai hal yang ribet dan memusingkan.

Sebenarnya ada tips agar kita tetap berinvestasi meskipun penghasilan kita pas-pasan, yaitu dengan mencicil. Asal konsisten, mencicil bisa menjadi solusi bagi kebutuhan investasi kita. Kenapa investasi dikatakan sebuah kebutuhan? Karena memang kita sangat memerlukanannya untuk menggapai harapan-harapan di masa depan. Kita tidak boleh lagi berpikir, hari ini ya hari ini, hari esok ya hari esok, ngapain mikirin hari esok pada hari ini. Biarlah hari esok kita hadapi di esok hari saja. Memangnya kita yakin kebutuhan hari esok akan sama dengan kebutuhan hari ini? Bagaimana dengan biaya pendidikan anak sekolah, biaya beli rumah, dll? Belum lagi, yakinkah kita akan selalu memiliki kesehatan prima hingga akhir hayat? Dan sejumlah pertanyaan lain yang menunjukkan bahwa investasi memang sangat kita butuhkan.

Taruhlah penghasilan kita memang benar-benar pas-pasan. Bagaimana bisa mencicil untuk asuransi? Anda tidak perlu gundah. Langkah pertama adalah lihat lagi apakah kita sudah benar-benar mengalokasikan penghasilan kita ke tempat yang sesuai? Apa tidak ada yang salah sasaran? Maksud salah sasaran adalah penghasilan kita diperuntukkan untuk pengeluaran yang bersifat kesenangan semata, misalkan jalan-jalan ke luar, membeli rokok, dll. Bagaimana mungkin kita mengutamakan pengeluaran yang bersifat sekunder bahkan mungkin tersier, sementara kebutuhan primer (investasi) kita abaikan? Bagaimana mungkin kita sanggup mengelurkan uang 10-20 ribu untuk membeli rokok yang jelas-jelas akan merusak kesehatan kita di masa depan, sementara untuk investasi yang akan bermanfaat bagi masa depan kita dan keluarga, kita merasa ogah-ogahan. Coba kalau separuh saja biaya untuk beli rokok dialokasikan untuk investasi, niscaya itu jauh lebih bermanfaat.

Untuk berinvestasi, kita bisa memulainya dari angka yang kita mampu dan tidak memberatkan. Misalnya setelah kita hitung ulang pengeluaran per bulan, ternyata ada uang sisa sebesar 5000 per hari. Maka jangan ragu, segera simpan uang tersebut di tempat yang aman, yang tidak diketahui orang lain. Anggap saja sebagai uang hilang. Kalau kita bisa menyimpan 5000 per hari, maka di akhir bulan kita bisa mengumpulkan 150 ribu rupiah. Jumlah yang sudah cukup untuk mulai berinvestasi. Dengan uang ini kita bisa mulai membuka tabungan di bank (jangan hanya menyimpan di rumah karena seringkali kita tergoda untuk memakainya. Kalau perlu minta jangan dibuatkan fasilitas ATM untuk mengurangi keinginan kita memakai uang investasi tersebut). Setelah jumlahnya mencukupi, kita bisa mulai membuka deposito (minimal 1 juta), membeli emas logam mulia (bisa per gram, harga sekarang sekitar 500 ribu), reksadana (minimal pembelian awal berkisar 1 juta, pembelian selanjutnya bisa 200-500 ribu), dsb. Jangan kita hanya puas menyimpan uang di bank, karena keuntungan yang kita peroleh sangat kecil bahkan cenderung terus dipotong untuk biaya administrasi, pajak, dll. Karena hal ini pakar investasi tidak menyebut menabung uang di bank sebagai salah satu bentuk investasi. Minimal kita membuka deposito (imbal bagi hasil sekitar 6%), reksadana (keuntungan sekitar 5-15%), emas (angka kenaikan harga per tahun berkisar 20%), dll.   

Yang kita butuhkan dalam mencicil investasi adalah konsistensi. Jangan sampai melihat jumlah simpanan per bulan yang ternyata cukup lumayan, kita tergoda untuk menggunakannnya.  Ubah mindset kita bahwa uang tersebut bukan uang kita lagi, melainkan uang yang sudah kita anggap hilang. Kalau sudah begitu kita tidak lagi memikirkannya.

Dengan mencicil investasi, kita telah melakukan sebuah kebaikan karena kita telah berupaya secara optimal untuk menyiapkan masa depan keluarga, agar jauh lebih baik. Bukannya ajaran agama kita juga melarang kita meninggalkan anak cucu kita dalam keadaan miskin? Karenanya ayo mulai mencicil investasi sekarang juga…!