Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 13 Maret 2012

Jenis INVESTASI Dilihat dari Sisi Keuntungan (Ikhtiar Melawan INFLASI)

Dewasa ini sebagian orang, terutama di kota-kota besar sudah mulai melek investasi. Mereka tidak lagi hanya menyandarkan perencanaan keuangan masa depannya melalui tabungan. Karena terbukti, dengan tabungan uang kita justru tidak semakin bertambah (apalagi yang jumlah saldonya kecil), melainkan berkurang. Meskipun menabung di bank juga relatif masih kita butuhkan saat ini, karena beberapa kemudahan terutama saat dana diperlukan secara mendadak.

Masyarakat kita juga sudah mulai peduli bahwa ada “musuh” yang patut diwaspadai saat kita menyusun perencanaan keuangan masa depan, dialah the silent thief (pencuri yang beraksi diam-diam), yaitu INFLASI. Inflasi tanpa kita sadari telah merampok harta kekayaan kita sehingga dari tahun ke tahun nilainya semakin berkurang. Satu juta uang kita saat ini, pasti akan memiliki nilai jauh lebih rendah di satu atau dua tahun mendatang.

Karena pertimbangan-pertimbangan inilah, kita mau tidak mau harus memaksakan diri untuk berinvestasi. Investasi diyakini mampu menjadi benteng pertahanan kita terhadap serbuah INFLASI, yang seringkali datangnya tanpa kita sadari.

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah jenis INVESTASI mana yang harus kita ambil? Jawabnya sederhana. Carilah jenis INVESTASI yang mampu mengimbangi angka INFLASI, syukur-syukur bisa mengalahkannya. Kalau tujuan INVESTASI kita hanya ingin melindungi nilai harta di masa depan, maka produk INVESTASI dengan keuntungan sebanding dengan kenaikan rata-rata INFLASI per tahun mungkin bisa dipilih. Tetapi jika kita ingin adanya penambahan nilai harta di masa depan, tidak hanya cukup melindungi nilainya, maka produk INVESTASI yang tepat adalah yang memiliki angka kenaikan lebih besar dari angka INFLASI per tahun.

Jika diasumsikan rata-rata penurunan nilai uang akibat INFLASI berkisar 10% per tahun, maka kita harus mencari jenis INVESTASI dengan kenaikan nilai sama dengan atau di atas 10%.

Berikut ini saya urutkan jenis-jenis INVESTASI, dilihat dari tingkat bagi hasilnya (konvensional: bunga) dari yang terkecil sampai yang terbesar.
1.    Deposito
Deposito merupakan simpanan dana berjangka (produk perbankan) yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah dan bank.

Dengan pendapatan bagi hasil berkisar 8% per tahun (sebelum dikurangi pajak) – relatif kecil untuk ukuran sebuah instrument investasi, namun rendahnya tingkat risiko, dan mudahnya prosedur di dalam pengurusannya, serta tingkat likuiditas yang cukup tinggi (mudah dicairkan), membuat deposito masih cukup diminati masyarakat kita. Dibanding tabungan biasa, setidaknya deposito memiliki tingkat bagi hasil yang lebih baik.

Minimum pembukaan deposito di bank syariah adalah 1 juta dengan jatuh tempo tersingkat adalah 1 bulan.
2.    Obligasi
Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi dana (investor) dan yang diberi dana (emiten). Dalam istilah lain, obligasi adalah surat berharga jangka panjang yang bersifat utang dimana penerbit obligasi (emiten) memiliki kewajiban membayar bagi hasil (bunga) kepada investor selama periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo.

Berbeda dari deposito, obligasi bukan produk perbankan, melainkan dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan. Jangka waktu jatuh temponya juga lebih lama dibanding deposito.

Biasanya keuntungan bagi hasil (bunga) yang didapatkan oleh investor berkisar 12,5% per tahun. Karena return keuntungannya lebih besar dari deposito, membuat obligasi menjadi salah satu pilihan kita di dalam berinvestasi.
3.    Reksadana
Bagi penduduk di perkotaan, investasi dalam bentuk reksadana sudah tidak asing lagi. Pada prinsipnya sejumlah dana kita, bersama dengan dana-dana investor lain, dikuasakan ke manajer investasi untuk dikelola.

Tingkat hasil yang ditawarkan oleh reksadana beraneka ragam, ada yang sedang ada juga yang cukup tinggi. Ini sebanding dengan tingkat resiko yang akan diperloleh. Semakin tinggi keuntungan yang akan didapat, semakin tinggi pula risiko kerugian yang mungkin diperoleh oleh investor. Jadi kalau mau bermain aman di reksadana, jenis reksadana pendapatan tetap dan pasar uang bisa dipilih (namun sayangnya angka bagi hasilnya juga tidak terlalu tinggi). Sementara bagi kita yang risk taker bisa memilih reksadana campuran, saham, atau indeks. Keuntungan pertahun yang bisa diperoleh berkisar 15%.

Minimum modal awal untuk berinvestasi di reksadana berkisar 1 juta, dengan minimum jumlah investasi berikutnya antara 100 ribu sampai 500 ribu.
4.    Tanah dan Properti
Investasi tanah dan properti umumnya menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi. Di samping harga tanah dan properti yang memiliki kecenderungan naik, terutama yang berada pada posisi yang strategis, keuntungan tambahan bisa didapatkan jika kita bisa mengelola tanah dan property tersebut dengan baik, misalnya untuk budidaya, bercocok tanam, atau membuka usaha.

Namun sayangnya tingkat likuiditasnya relatif tidak sebaik investasi pada deposito, saham, atau emas, karena pada umumnya mencari pembeli tanah dan properti tidak semudah membalik telapak tangan. Modal awal untuk memulai berinvestasi  tanah dan properti juga cukup besar, sehingga tidak semua orang dapat melakukannya.
5.    Saham
Instrument yang satu ini dipilih masyarakat karena tingkat bagi hasilnya yang cukup tinggi, namun dengan potensi kerugian yang cukup tinggi pula. Sayangnya bermain saham memerlukan keahlian tersendiri karena relatif memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, terutama bagi kita yang masih dalam tahap belajar berinvestasi (pemula).

Bagi para pemula, investasi dalam bentuk saham, belum disarankan dulu. Lebih baik kita mengalihkannya ke dalam bentuk reksadana saham.  Karena di dalam reksadana saham, kita tinggal terima beres karena semuanya sudah dikelola oleh manajer investasi.

Tingkat bagi hasil (return) saham berkisar 18-25%, sebuah angka yang cukup menggiurkan sehingga tidak sedikit kita mencoba mengembangkan harta kita dalam bentuk kepemilikan saham. Namun risikonya juga cukup tinggi, kita bisa mengalami kerugian yang cukup besar jika harga saham perusahaan yang kita miliki di bursa saham anjlok karena satu dan lain hal.

Bagi yang ingin berinvestasi dalam bentuk saham, dana yang perlu disiapkan cukup besar, meskipun dana yang besar pun tidak menjamin 100% kita akan mendapatkan saham perusahaan incaran kita karena bisa jadi jumlah saham yang dijual perusahaan tidak sebanding dengan banyaknya minat para investor. Selain itu, jika ingin mendapatkan return yang tinggi, jangka waktu investasi yang dibutuhkan cukup panjang.
6.    Emas
Salah satu instrument investasi yang tetap menggiurkan dari dulu hingga sekarang adalah emas. Dengan kenaikan harga emas berkisar 25% per tahun, bahkan bisa menembuh angka 30%, investasi emas tidak pernah sepi peminat. Apalagi ditambah tingkat kesulitan investasi yang rendah (cukup mendatangi kantor PT Antam, pegadaian, atau toko emas), dan tingkat risiko kerugian yang rendah pula, membuat dari tahun ke tahun investasi dalam bentuk emas terus meningkat.

Selain memiliki keuntungan karena nilainya yang semakin tinggi, investasi dalam bentuk emas juga memiliki tingkat likuiditas yang sangat baik. Kita dapat menjual (atau menggadaikan) emas kapanpun juga, tanpa harus menunggu lama adanya pembeli yang datang. Modal investasi emas juga relatif terjangkau, dengan uang sekitar 500 ribu rupiah, kita sudah bisa mendapatkan 1 gram emas

Jenis emas yang saat ini sedang diburu masyarakat adalah emas murni 24 karat (dikenal juga emas Logam Mulia) dan 22 karat (popular disebut koin dinar). Keduanya sama-sama sangat baik untuk investasi jangka panjang, jauh lebih baik dibanding emas perhiasan. Namun yang perlu diperhatikan, pastikan sertifikat emas LM atau DINAR yang kita beli asli dari lembaga yang memiliki reputasi terkenal dan diakui dunia internasional. Hal ini penting agar emas LM dan DINAR kita dapat diterima di dunia internasional, tidak hanya lingkup nasional dan regional.
7.    Sektor Riil
Investasi terakhir inilah yang menghasilkan tingkat keuntungan tertinggi dibanding jenis investasi-investasi lainnya. Jika deposito hanya mampu menambah uang simpanan kita berkisar 6% per tahun dan emas berkisar 25% per tahun, maka investasi di sektor riil akan mampu menambah harta kekayaan kita hingga 50%, bahkan mungkin lebih.

Namun sayangnya, tidak semua kita mau berinvestasi di sektor rill (misalnya membuka usaha sendiri) karena tingkat risiko investasi yang tinggi (sangat dimungkinkan kita akan mendapatkan kerugian jika usaha kita tidak berkembang atau bangkrut) dan tingkat kesulitan yang tidak tinggi pula (perlu keahlian dan pengalaman untuk bisa terjun menjadi wirausahawan handal), di samping tingkat likuiditas yang tidak baik (tidak mudah membeli atau menjual usaha yang dirintis dari atau kepada orang lain).
8.    Berinvestasi dengan Alloh SWT
Sebagai manusia seringkali kita lupa, bahwa di samping banyaknya instrument investasi yang dimungkinkan dapat menambah harta kekayaan kita, ada satu bentuk investasi yang keuntungannya jauh lebih besar, bahkan tidak hanya akan diperoleh di dunia melainkan juga di akhirat, yaitu investasi dengan Alloh SWT.

Bentuk berinvestasi dengan Alloh bermacam-macam, yang intinya kita menyetorkan sejumlah barang berharga milik kita untuk kepentingan di jalan Alloh, misalkan untuk pembangunan masjid, membiayai anak yatim piatu, dll. Kalau orang lain menyebut hal ini dengan sedekah, tetapi saya lebih senang jika disebut berinvestasi dengan Alloh SWT.

Jika berinvestasi di bank dan di perusahaan masih memungkinkan datangnya kerugian, tetapi berinvestasi dengan Alloh dijamin 100% akan menguntungkan (asalkan ikhlas). Angka keuntungan yang kita perolehpun luar biasa fantastis, hingga 700 kali lipat dari nominal investasi awal kita. Jadi misalnya kalau 1 juta uang kita diinvestasikan ke jalan Alloh, maka insya alloh dana kita nantinya akan berkembang menjadi 10.000.000 (10x) sampai 700.000.000 (700x). Sebuah angka yang sangat menggiurkan, bahkan INFLASI sebesar apapun akan tertunduk lemah tidak berdaya. Belum lagi tingkat risiko kehilangan harta yang sangat rendah bahkan bisa nyaris nol.

Melihat jenis-jenis investasi dan perkiraan tingkat hasil yang bisa kita dapatkan, dengan mudah kita akan bisa menentukan instrument investasi mana yang hendak kita coba. Bagi para pemula dan bermodal pas-pasan disarankan memarkir uangnya ke dalam bentuk investasi deposito, reksadana, dan emas (dinar).

Sementara bagi investor yang berdompet tebal dan mau mengambil risiko, investasi dalam bentuk saham bisa menjadi pilihan disamping tanah, properti, dan membuka usaha atau menanamkan modal di sektor riil. Dan bagi siapun anda yang ingin mendapatkan keuntungan berlipat ganda, maka mulailah berinvestasi dengan Alloh SWT. Tidak peduli sedikit atau banyak uang yang kita investasikan, yang penting ikhlas, insya alloh kita akan mendapatkan bagi hasil yang luar biasa besarnya, bahkan sampai 700x lipat dari jumlah investasi awal kita.

Dengan memulain investasi sedini mungkin, setidaknya kita tidak terlalu khawatir dengan aksi inflasi yang selalu berusaha mencuri nilai harta kita. Karena kita kini telah memiliki jurus yang jitu untuk mengalahkan the silent thief (inflasi), yaitu dengan investasi.

Jumat, 02 Maret 2012

DINAR and DIRHAM Fever, Never Ending Story!

Saat kita menyaksikan seorang penyanyi begitu percaya diri memperdengarkan suaranya di hadapan khalayak luas, sebuah tanya bergelanyut di pikiran, kenapa sang penyanyi tampak begitu menikmati perannya, padahal belum tentu semua orang menyukai corak suaranya atau aliran musiknya?

Saat seorang dai (ustadz) begitu tampak bersemangat di dalam menyampaikan dakwahnya di hadapan ribuan atau bahkan jutaan umat, sebuah rasa penasaran muncul, kenapa sang ustadz tampak begitu senang menjalankan perannya, tanpa sedikit pun rasa mengeluh?
Jawabnya adalah keyakinan akan sesuatu. Seorang penyanyi dapat tampil all out karena dia merasa yakin akan kemampuannya. Dia yakin akan kualitas suara emasnya, sehingga tak perlu ada lagi pikiran negatif yang melemahkan. Begitu pula sang ustadz, yang menyakini apa yang disampaikannya adalah ajaran agama yang lurus dan membantu masyarakat mengenalnya adalah anugerah tersendiri. Jadi buat apa mengeluh?
Begitu pula orang-orang yang berusaha membangunkan kembali DINAR dan DIRHAM setelah tidur panjangnya pasca keruntuhan kekhalifahan Islam di Turki. Berbekal keyakinan yang teguh, DINAR emas dan DIRHAM perak adalah bagian dari muamalat dalam syariah Islam, sekaligus mata uang yang lebih adil dan sudah selayaknya mulai menggantikan peran mata uang kertas (fiat money) yang angka nominalnya tak mencerminkan nilai aslinya dan terus tergerus INFLASI, orang-orang ini tidak kenal lelah mengajak masyarakat agar melek DINAR dan DIRHAM.
Bukti bahwa DINAR emas dan DIRHAM perak merupakan bagian dari muamalat dalam Islam termaktub dalam Alqur’an Surat Al-Kahfi ayat 19, yang terjemahannya kurang lebih sbb:
“Dan demikianlah, Kami Bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu ada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi), “Tuhan-mu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini)”. Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapapun”.
Dalam ayat tersebut dinyatakan salah seorang pemuda dalam gua diminta oleh temannya untuk membeli makanan dengan uang perak yang mereka miliki. Hal ini jelas tercermin, uang perak (dirham) merupakan bagian muamalat, bahkan jauh sebelum datangnya agama Islam.
Sementara mengenai penggunaan DINAR (emas), dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari disebutkan,
“Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata: saya mendengar penduduk bercerita tentang ‘Urwah, bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan uang satu DINAR kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau”.
Dengan landasan hukum yang jelas, para penggerak DINAR dan DIRHAM fever (demam) tidak henti-hentinya terus mengajak masyarakat untuk mulai mengalihkan uang kertasnya dalam bentuk DINAR dan DIRHAM. Walaupun DINAR dan DIRHAM saat ini kebanyakan digunakan masih sebatas untuk investasi (store of value), bukan alat tukar (medium of exchange), karena secara resmi mata uang Indonesia adalah rupiah, itu tidak mengapa. Minimal masyarakat sedikit-demi sedikit paham akan keunggulan DINAR dan DIRHAM dibanding uang kertas. Dan menyimpan hasil jerih payah kita dalam berusaha ke dalam bentuk DINAR dan DIRHAM adalah sangat sepadan, karena tabungan DINAR dan DIRHAM kita nilainya tidak sampai dirampok INFLASI, seperti yang berlaku pada uang kertas!
Seorang teman lantas bertanya, “Kenapa saya harus berinvestasi dalam bentuk koin DINAR 22 karat? Bukannya lebih menguntungkan kalau dalam bentuk emas murni 24 karat?”
Sebenarnya jawabannya sederhana, untuk instrument investasi kedua-duanya sama-sama menguntungkan, karena harga yang berlaku mengikuti harga emas dunia yang cenderung terus beranjak naik dari tahun ke tahun. Namun berinvestasi dalam bentuk koin DINAR 22 karat, memiliki satu kelebihan karena DINAR 22 karat adalah bagian dari muamalat di dalam ekonomi Islam, jadi memilikinya berarti kita telah mendorong tegaknya kembali ekonomi syariah, yang jauh lebih unggul dibanding sistem ekonomi kapitalis, karena berlandaskan rasa keadilan, dan tentu itu akan dicatat sebagai salah satu bentuk amal kebaikan.
Dengan semakin meleknya masyarakat terhadap DINAR dan DIRHAM, sangat diharapkan DINAR dan DIRHAM fever terus akan berlanjut, dan menjadi cerita yang tidak akan pernah ada habisnya (never ending story), sampai kemudian ekonomi syariah yang berlandaskan keadilan menjadi tegak kembali di seantero bumi, menggantikan posisi ekonomi kapitalis yang tanda-tanda kejatuhannya sudah mulai terlihat. Aamiin